Selasa, 16 Desember 2008

Demokrasi di Sulawesi Barat


Wapres Jusuf Kalla meminta Gubernur Sulawesi Barat Anwar Adnan Saleh kembali ke daerah dan menjalankan tugas pemerintahan sehari-hari.

Itulah pesan Wapres Jusuf Kalla yang juga Ketua Umum Partai Golkar yang disampaikan oleh Adnan kepada pers. Adnan didampingi Ketua DPRD Sulawesi Barat Hamzah Hapati Hasan mendatangi Kalla untuk melaporkan pemecatan dirinya selaku gubernur oleh Rapat Paripurna DPR Sulawesi Barat.

Rapat Paripurna DPRD mengusulkan pemberhentian Gubernur Anwar Adnan Saleh dan Wakil Gubernur Amri Sanusi. Rapat Paripurna DPRD itu dihadiri 19 dari 35 anggota DPRD, 14 anggota DPRD Fraksi Partai Golkar, termasuk Ketua DPRD, tidak hadir.

Pasangan Adnan dan Amri ditetapkan sebagai pemenang pilkada pada 28 Agustus 2006 dengan perolehan 220.076 (45,7 persen) suara. Sempat dilakukan penghitungan suara ulang di dua kecamatan, tetapi karena tuduhan terjadi kekeliruan data tidak terbukti, pasangan Adnan-Amri tetap ditetapkan sebagai pemenang pilkada.

Rapat Paripurna DPRD itu berawal dari putusan Pengadilan Negeri Polewali Mandar, 17 Oktober 2006, yang memutuskan anggota tim kampanye Adnan, M Nasir Satar, melakukan politik uang dan dihukum denda Rp 3 juta. Nasir tidak banding atas putusan itu.

Atas putusan PN Polewali, KPU meminta fatwa MA. Ketua MA Bagir Manan dalam fatwanya antara lain mengatakan: ”... berhubung pelanggaran money politics sesudah ditetapkannya pemenang pilkada tidak diatur dalam perundang-undangan, maka sebaiknya tata cara pemberhentiannya mengikuti ketentuan undang-undang....”

Kita tak ingin konflik politik di Sulbar berkembang makin kompleks. UU No 34/2004 membuka ruang untuk pemberhentian seorang kepala/wakil kepala daerah oleh DPRD, di antaranya jika terjadi krisis kepercayaan yang meluas dan enam sebab lainnya. Namun, dalam UU itu tidak disebutkan pemberhentian kepala daerah yang disebabkan praktik politik uang yang dilakukan tim kampanyenya. Pihak Adnan telah membantah bahwa Nasir Satar adalah bagian dari tim kampanye mereka.

DPRD punya hak mengawasi jalannya pemerintahan. Namun, kita berharap prosedur demokratis yang telah disepakati undang-undang diikuti. Dalam cara pandang itu, usul DPRD kepada Presiden perlu direspons oleh Presiden. Presiden dalam hal ini Mendagri akan menilai apakah prosedur pengusulan pemberhentian kepala daerah sudah sesuai dengan undang-undang? Respons Presiden bisa saja menerima atau menolak usulan itu!

Dalam pendekatan legalistik, kita menggarisbawahi permintaan Wapres agar Adnan tetap menjalankan tugas pemerintahan. Kita tak ingin pelayanan publik terabaikan. Bukankah hadirnya pelayanan publik yang prima, hadirnya kesejahteraan rakyat, adalah bentuk nyata hadirnya sebuah kekuasaan yang melayani!

Tidak ada komentar: