Kamis, 06 Agustus 2009

Pajak Daerah Dibatasi


Rabu, 5 Agustus 2009 | 04:11 WIB

Jakarta, Kompas - Pemerintah daerah tidak lagi leluasa menciptakan pajak dan retribusi baru yang merusak iklim investasi. Mulai 1 Januari 2010, setiap pungutan harus mengacu daftar tertutup dalam Rancangan Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

”Sistem yang ditetapkan bersifat daftar tertutup, artinya daerah hanya diperbolehkan memungut pajak dan retribusi sesuai undang-undang ini sehingga tidak ada lagi daerah yang perlu mengubah, mencari, atau berkreasi yang tidak baik dalam arti mencari-cari penghasilan asli daerah,” ujar Menteri Keuangan sekaligus Pelaksana Jabatan Menko Perekonomian Sri Mulyani Indrawati di Jakarta, Selasa (4/8).

Menkeu menyampaikan hal itu dalam Rapat Kerja dengan Panitia Khusus RUU PDRD yang mengagendakan pandangan fraksi mini atas RUU tersebut.

Seluruh fraksi yang ada di DPR menyetujui agar RUU yang sudah dibahas sejak Maret 2006 itu disahkan menjadi UU di Sidang Paripurna DPR.

Dalam RUU PDRD tersebut disebutkan lima jenis pajak yang diperbolehkan di level provinsi adalah pajak kendaraan bermotor, bea balik nama kendaraan bermotor, pajak bahan bakar kendaraan bermotor, pajak air permukaan, dan pajak rokok. Pajak rokok adalah pungutan baru yang disetujui seluruh fraksi.

Adapun sebelas jenis pajak untuk kabupaten dan kota adalah pajak hotel, restoran, hiburan, reklame, penerangan jalan, dan pajak mineral bukan logam serta batuan.

Selain itu, pajak parkir, air tanah, sarang burung walet, pajak bumi dan bangunan pedesaan dan perkotaan, serta bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB). Semula PBB dan BPHTB berada di bawah pemerintah pusat.

Dampak negatif

Menurut Sri Mulyani, dengan adanya tambahan jenis pajak tersebut, kekuatan daerah yang menghimpun penerimaan pajak menjadi semakin besar.

Meskipun demikian, penambahan jenis pajak dan retribusi ini bisa berdampak negatif bagi perekonomian daerah apabila tidak ada pengawasan yang efektif, terutama dari pemerintah pusat.

”Atas dasar itu, saya bersama Menteri Dalam Negeri akan membuat mekanisme pengawasan yang lebih efisien, baik dalam kecepatan maupun sosialisasi pada daerah,” ujarnya.

Pengawasan yang dilakukan Departemen Keuangan dan Depdagri saat ini dilakukan dengan mengevaluasi rancangan peraturan daerah dan peraturan daerah lama.

Ranperda dan perda berisi pungutan yang mengganggu iklim investasi akan direkomendasikan untuk dicabut. Mekanisme ini akan dipertahankan setelah RUU PDRD disahkan menjadi UU.

Juru bicara Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Nursanita Nasution, mengatakan, kewenangan daerah atas perpajakan harus diikuti peningkatan mutu pelayanan kepada masyarakat.

Wakil Ketua Panitia Anggaran DPR Suharso Monoarfa mengatakan, munculnya pajak daerah akan menambah jumlah pungutan di daerah. ”Ini akan membuat tahun 2010 semakin marak dengan pajak,” ujarnya. (OIN)

Tidak ada komentar: