Sabtu, 08 Agustus 2009

PAJAK Ongkos Parkir Bakal Naik


Sabtu, 8 Agustus 2009 | 04:02 WIB

Jakarta, Kompas - Ongkos parkir bakal lebih mahal karena mulai 1 Januari 2010 tarif pajak parkir naik, yaitu dari maksimal 20 persen menjadi maksimal 30 persen. Besaran kenaikan tarif pajak parkir itu bergantung pada keputusan pemerintah kabupaten atau kota.

”Selain menaikkan tarif pajak parkir, kami juga mempertegas pembagian retribusi parkir yang bisa menjadi sumber pendapatan asli daerah di tingkat kabupaten atau kota,” ujar Ketua Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (RUU PDRD) Harry Azhar Azis di Jakarta, Jumat (7/8).

Dijelaskan, untuk menambah ketertiban perparkiran, aturan pajak parkir dibedakan dengan retribusi parkir.

Pajak parkir dipungut di lokasi tertentu, misalnya perkantoran atau gedung, yang dikelola badan usaha tertentu.

Adapun retribusi parkir dikelola oleh pemerintah kabupaten atau kota, yaitu untuk lahan-lahan parkir kendaraan bermotor yang ada di pinggir jalan umum, yang selama ini sering kali dikelola oleh orang tertentu.

Dalam RUU PDRD disebutkan, obyek pajak parkir adalah penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan, yang disediakan sebagai tempat usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan.

Bukan obyek pajak

Ada empat kelompok tempat parkir yang tidak tergolong obyek pajak. Pertama, tempat parkir yang disediakan pemerintah dan pemerintah daerah.

Kedua, tempat parkir di perkantoran khusus untuk karyawan kantor itu. Ketiga, tempat parkir di kedutaan, konsulat, dan perwakilan negara asing dengan asas timbal balik. Keempat, tempat parkir lain yang ditetapkan peraturan daerah.

Menurut Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Kebijakan Publik, Perpajakan, dan Kepabeanan Hariyadi Sukamdani, kenaikan tarif pajak parkir makin membuka peluang terjadinya penyimpangan.

Peluang kenaikan tarif pajak parkir hingga maksimal 30 persen, ujar Hatiyadi, semestinya dibarengi dengan pembenahan sistem manajemen keuangan.

”Kalau tidak, itu artinya pemerintah pusat membiarkan korupsi merajalela. Penerimaan pajak dari bisnis perparkiran semestinya diaudit ketat,” ujarnya.

Kebijakan perparkiran selama ini terkesan angin-anginan. Di Jakarta, misalnya, belum lama ini dilakukan penguncian roda kendaraan bagi pengemudi yang tidak mematuhi aturan parkir di jalan. Namun, kebijakan ini hilang dalam sekejap.

”Kenaikan pajak parkir semestinya dibarengi sikap bertanggung jawab pengelola perparkiran, apabila kendaraan yang diparkir dibongkar maling,” demikian dikatakan Hariyadi Sukamdani. (OIN/OSA)

Tidak ada komentar: