Minggu, 14 Desember 2008

BPHTB Jadi Penerimaan Daerah


Jakarta, Kompas - Penerimaan dari Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan akan dialihkan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Dengan demikian, daerah mendapat tambahan sumber penerimaan asli daerah.

”Keputusan finalnya ditetapkan dalam Panitia Kerja Amandemen Undang-Undang PDRD (Pajak Daerah dan Retribusi Daerah). Ini hasil dari forum lobi antara pemerintah dan Panitia Khusus Amandemen UU PDRD untuk mempercepat penyelesaian UU ini,” ujar Ketua Panitia Khusus Amandemen UU PDRD, Harry Azhar Azis, pekan lalu di Jakarta.

Sebelumnya, DPR juga telah menyetujui penyerahan seluruh penerimaan negara dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) pedesaan dan perkotaan.

”Adapun PBB sektor perkebunan, kehutanan, dan pertambangan tetap menjadi penerimaan pemerintah pusat,” ujarnya.

Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (PHTB) adalah pungutan yang dihimpun pada saat terjadi transaksi jual beli tanah dan bangunan.

Data Ditjen Pajak menunjukkan, realisasi penerimaan BPHTB periode Januari-November 2008 mencapai Rp 4,528 triliun.

Adapun penerimaan PBB periode Januari-November 2008 mencapai Rp 20,426 triliun.

Stimulus investasi

Pengamat Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah Universitas Indonesia, Bambang Brodjonegoro, menegaskan, tanah dan bangunan layak dikelola sendiri oleh setiap daerah.

Atas dasar itu, daerah layak menerima hasil pungutan yang berbasiskan tanah dan bangunan, yakni PBB dan BPHTB.

Pengalihan hasil pungutan PBB dan BPHTB dibutuhkan oleh daerah untuk membiayai program-program yang dapat memberikan stimulus pada pengembangan investasi di wilayahnya.

Selain menerima hasil pungutan, menurut Bambang, daerah juga layak menjadi pihak yang menentukan kebijakan atas PBB dan BPHTB.

”Pihak pemungut PBB bisa tetap Ditjen Pajak, seperti sekarang. Namun, soal kebijakan, sebaiknya daerah yang menentukan, misalnya soal tarif PBB,” ujarnya.

Sebagai pemegang kebijakan, daerah diharapkan mengedepankan perbaikan iklim investasi dalam menetapkan tarif PBB. Daerah sebaiknya cenderung menurunkan tarif PBB agar dapat menarik minat investor ke wilayahnya.

”Dengan demikian, tarif pajak akan menjadi salah satu alat bagi daerah untuk bersaing dengan daerah lain memperebutkan investor,” ujar Bambang. (OIN)

Tidak ada komentar: