Kamis, 04 Desember 2008

KPU Jatim Bisa Tolak Putusan MK



JAKARTA- Komisi Pemilihan Umum Jawa Timur (KPU Jatim) dapat menolak secara tegas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memerintahkan pengulangan pelaksanaan pemilihan Gubernur. Demikian dikatakan Wakil Ketua Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN) Muji Kartika Rahayu di Kantor KRHN, Kamis (4/12).

Dia menjelaskan, dalam UU 12 tahun 2008 sebagai pengganti UU 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah pasal 233 secara tegas melarang pilkada putaran kedua dilakukan pada Januari 2008, menyusul persiapan Pemilu 2009.
Jika memperhatikan UU tersebut, MK sama sekali tidak mempertimbangkan pasal di atas. Sayangnya, pihak KPU Jatim juga tidak memasukkan pasal itu dalam pertimbangan kepada majelis konstitusi. ”Tampaknya mereka (MK dan KPU Jatim) sama-sama tidak sadar sudah ada UU yang mengatur,” ujarnya.
Muji mengatakan, penolakan tersebut dimaksudkan untuk mengingatkan kepada MK agar tidak mengulangi putusan yang bertentangan dengan aturan perundangan yang telah ada.

Mantan anggota KPU Jateng Hasyim Asy’ari menilai, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang sengketa hasil pilgub Jatim setengah hati. Sebab tidak memenangkan pihak manapun dan malah memerintahkan pemungutan suara ulang di Sampang dan Bangkalan, serta penghitungan suara ulang di Pamekasan.

Sebenarnya putusan MK bersifat final, tapi dengan dibuka ruang pemungutan dan penghitungan ulang menjadikan putusan tersebut tidak final, karena hasilnya akan ditetapkan sebagai hasil akhir oleh KPU Jatim yang nantinya juga bisa digugat ke MK lagi. ”Di sini letak keanehannya,” katanya.

Menurut UU 24/2003 tentang MK, putusan MK bersifat final. Artinya tidak ada upaya hukum lagi terhadap putusan tersebut. Mestinya perintah MK menghitung ulang atau pungutan suara ulang dilaksanakan dalam konteks mencari bukti atau pembuktian sebelum muncul putusan akhir. Hal itu pernah dilakukan (perintah hitung ulang dalam konteks pembuktian seblum putusan) saat gugatan hasil pemilu 2004 di Sumenep. Nah, kalau yang sekarang ini, pungutan suara ulang di dua kabupaten itu sama artinya dengan pilkada ulang di dua wilayah tersebut.

Proses mulai dari pungutan dan penghitungan suara di TPS, rekap di PPK, KPU kabupaten dan rekap di KPU provinsi. Akhirnya KPU Jatim akan membuat keputusan baru tentang hasil pilgub Jatim. Padahal menurut UU Pemilu (UU 32/2004 dan UU 10/2008) pungutan dan hitung suara ulang adalah bagian dari electoral process yang hanya dapat dilakukan di tingkat tertentu (TPS/PPK tertentu) yang terdapat salah hitung, dengan mekanisme adanya rekomendasi panwas kecamatan dan PPK yang memutuskan perlu atau tidak pungutan atau penghitungan ulang.

Itu pun ada batas waktunya maksimal 7 hari setelah hari pungut suara untuk pungut suara ulang, bukan setelah penetapan hasil akhir. Kalau ada pungut suara ulang di dua kabupaten dan hitung ulang di satu kabupaten, pada akhirnya akan ada keputusan baru KPU Provinsi Jatim tentang hasil pilgub dan keputusan tersebut juga dapat digugat lagi ke MK bila ada yang tidak puas atau mengklaim ada salah hitung lagi. Ini berarti putusan MK belum final. Belum lagi kalau yang hadir atau suara sah jumlahnya berbeda dengan pilgub terdahulu.

Koordinator Divisi Politik KRHN Julianto mengatakan, penghitungan ulang dan pemungutan suara ulang di beberapa kabupaten di Jawa Timur sebagai sanksi dinilai tidak tepat. Langkah yang dilakukan MK dengan menerobos hukum ternyata menyebabkan ketidakpastian hukum penyelesaian sengketa mengenai hasil pemilihan gubernur. ”MK juga telah melepaskan tanggung jawab konstitusionalnya dalam menyelesaikan sengketa Pilkada Jatim,” ujarnya.

Sebelumnya, MK memerintahkan KPU Jatim untuk melaksanakan pemilihan kepala daerah di Kabupaten Bangkalan dan Kabupaten Sampang. Pemilihan ulang itu harus dilaksanakan paling lambat 60 hari sejak putusan itudibacakan.
Selain itu, dalam membacakan putusan, Ketua MK Mahfud MD mengatakan KPU Jatim harus melakukan penghitungan suara ulang di Kabupaten Pamekasan secara berjenjang surat suara yang sudah dicoblos dalam waktu paling lambat 30 hari.

MK juga memerintahkan KPU dan Bawas Pemilu untuk mengawasi pemungutan suara ulang dan penghitungan suara ulang, sesuai dengan kewenangannya.

Ketua FPD DPR Syarief Hasan mengatakan, pemilihan kepala daerah Jawa Timur bukan ‘pertarungan kecil’ antara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) melawan calon presiden Megawati Soekarnoputri. ”Lebih baik kita kembalikan ke masyarakat Jatim karena pilkada ini kan rakyat yang memilih pemimpin yang dikehendaki. Jadi, berlebihan jika hal ini dianggap sebagai head to head antara SBY dan Mega.” (J13,J22-49)


Tidak ada komentar: