Kamis, 11 Desember 2008

Dana Bergulir Harus Dipertanggungjawabkan


Jakarta, Kompas - Dana bergulir yang ditujukan untuk perkuatan permodalan koperasi dan usaha kecil dan menengah adalah dana investasi. Oleh karena itu, penyaluran dan pengaturannya harus jelas sehingga dapat dipertanggungjawabkan.

Demikian disampaikan pengamat kebijakan publik Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Fadhil Hasan, Kamis (11/12) di Jakarta.

Fadhil berpendapat, terbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 99 Tahun 2008 tentang dana bergulir, yang mensyaratkan bahwa dana bergulir harus dikembalikan kepada negara, harus dipahami dalam konteks ada ketidakjelasan laporan keuangan. Ini yang membuat Badan Pemeriksa Keuangan memberi pendapat disclaimer pada audit atas Kemennegkop dan UKM.

”PMK harus direview untuk sama-sama kembali melihat asas manfaat, tanpa harus menghalalkan segala cara. Dana bergulir harus dipahami sebagai dana investasi sehingga jelas pengaturannya. Dana ini bukan hibah,” ujar Fadhil. Sebelum ada PMK No 99/2008, dana bergulir tak perlu dikembalikan ke negara.

Keberadaan PMK No 99/2008 seharusnya tidak menjadi hambatan penguatan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Saat krisis, UMKM butuh penguatan. Turunnya daya beli masyarakat, akibat semakin banyaknya warga yang kehilangan pekerjaan, bisa memengaruhi kondisi UMKM, yaitu dari usaha menengah bisa turun menjadi usaha kecil, dan yang kecil menjadi mikro.

”Ribuan pengangguran dampak dari krisis, mereka akan terpaksa memulai usaha dari usaha mikro,” tutur Fadhil.

Penopang

Krisis 1998 harus menjadi pelajaran bahwa UMKM mampu menjadi penopang perekonomian nasional. Oleh karena itu, hasil Rapat Koordinasi Nasional Pemberdayaan Koperasi dan UKM menyimpulkan agar Kementerian Negara Urusan Koperasi dan UKM dipertahankan.

Kesimpulan itu merupakan sikap terhadap UU No 39/2008 tentang Kementerian Negara, yang mengelompokkan Kemennegkop dan UKM dalam ruang lingkup penajaman, koordinasi, dan sinkronisasi sehingga bisa ditiadakan.

”Ini bukan deklarasi atau kebulatan tekad yang dapat bernuansa politis,” kata Sekretaris Kementerian Negara Urusan Koperasi dan UKM Guritno Kusumo.

Menurut pengamat ekonomi Universitas Gadjah Mada, Revrisond Baswir, uji materi terhadap UU No 39/2008 harus segera diajukan ke Mahkamah Konstitusi. Ia berpendapat UU tersebut bisa menjadi salah satu agenda neoliberalisme yang berujung pada pembentukan pasar bebas. ”Kita patut pertanyakan komitmen pemerintah. Satu sisi membanggakan UMKM sebagai pilar ekonomi nasional, di lain sisi, posisi kementerian sebagai institusi pelindung UMKM tidak diprioritaskan,” katanya. (OSA)

Tidak ada komentar: