Minggu, 21 Desember 2008

Pemekaran Daerah Tak Berhenti


Perlu Regulasi Kuat guna Mengatur

Jakarta, Kompas - Pembentukan daerah baru hasil pemekaran tidak akan berhenti jika tidak ada ketegasan dengan terus menuruti aspirasi daerah. Dibutuhkan regulasi yang kuat untuk mengatur pemekaran, termasuk pengaturan bagi DPR dan pemerintah sehingga bisa meloloskan calon daerah baru.

Untuk mengerem pemekaran, juga harus ada instrumen yang memastikan rakyat bisa mendapatkan akses pelayanan publik dengan mudah.

Pandangan itu disampaikan pengajar Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Bambang Purwoko, di Jakarta, Sabtu (20/12).

Menurut Bambang, berbagai alasan mendasari gairah pemekaran daerah, misalnya saja ketidakpuasan terhadap kepala daerah atau dampak pemilihan kepala daerah. Akibatnya, tidak terhindarkan ada daerah yang sekadar menjadi kumpulan subetnis tertentu seperti ditemukan di sejumlah daerah baru di Sumatera Utara.

Bambang menilai, regulasi pemekaran masih terlalu mudah ditembus. Mestinya, soal pemekaran diatur ketat dalam bentuk undang-undang yang dikaitkan dengan strategi nasional menyangkut penataan daerah. Terkait dengan pemekaran yang telanjur tak terbendung, Bambang menyarankan adanya penguatan pemerintahan di tingkat kecamatan atau distrik yang langsung menangani pelayanan publik.

Bambang juga menilai tidak mungkin menggabungkan kembali daerah hasil pemekaran. Yang paling mungkin dilakukan adalah pembinaan terhadap daerah bersangkutan. ”Pembinaan itu bukan sekadar membikin peraturan,” ujar Bambang.

Dalam Rapat Paripurna DPR, Jumat (19/2), DPR bersama pemerintah menyetujui lagi dua daerah baru hasil pemekaran, yaitu Kabupaten Maybrat di Provinsi Papua Barat dan Kabupaten Kepulauan Meranti di Provinsi Riau. Dengan tambahan tersebut, total terdapat 33 provinsi, 398 kabupaten, dan 93 kota di seluruh Indonesia.

Juru bicara Fraksi Kebangkitan Bangsa DPR, Khaidir M Wafa, yang menyampaikan pendapat akhir fraksinya dalam rapat paripurna Jumat lalu menyebutkan, pemekaran tidak terbendung lagi justru ketika sejak 2005 hampir semua pemangku kepentingan menyerukan moratorium pemekaran. Evaluasi Departemen Dalam Negeri, November 2006-Maret 2007, pemekaran cenderung menurunkan rasio pendapatan asli daerah dan meningkatkan jumlah penduduk miskin.

Sebelumnya, peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Syarif Hidayat, menilai, pertumbuhan daerah otonom baru di Indonesia sudah dalam taraf cukup mencengangkan. (dik)

Tidak ada komentar: